Suatu sore, mata saya secara tak sengaja menangkap, sesosok
nenek-nenek berusia 70 an tahun, yang sedang menjajakan nasi aking,
kepada setiap orang yang ditemuinya.
“Bu..beli nasi aking bu…ini buat cucu saya beli susu” sapa si nenek, kepada setiap orang yang ditemuinya.
Beragam komentar yang ditemui oleh si nenek, ada yang mengejek, ada
yang bilang nggak punya uang. Ada yang bilang, mau memberi uang, tapi
tidak membeli, karena nasinya memang terbilang mahal, Rp. 20.000, untuk
nasi yang menurut salah seorang penawar, mestinya harganya Cuma
Rp.1000,- saja.
“Rp. 1000, saja, ini paling beratnya Cuma setengah kilo…Rp.1000,- saja” ujar wanita separuh baya, dengan wajah sedikit sadis.
“Nak, tolong saya nak, dibeli Rp.20.000, untuk saya beli susu untuk
cucu saya. karena anak saya sakit, jadi saya harus cari uang…, cucu saya
masih kecil nangis terus…” sang nenek menghiba.
“Udah Rp. 1000 saja..” ujar wanita separuh baya itu, sambil berusaha mengeluarkan uangnya….
“Jangan nak…”, sang nenek menggeleng..
“Rp. 20.000 ya nggak laku…” ujar wanita paruh baya, dengan suara meninggi..
Sang nenek pun pamit, dengan wajah kecewa…
hari sudah maghrib..sang nenek masih tetap berusaha menjual nasi
aking, untu cucunya yang sakit. Dengan wajah yang lelah, ia berusaha
menyeret kakinya yang telah tua. Di matanya, terbayang wajah cucunya
yang sedang menangis, sementara anaknya yang sedang sakit, berusaha
untuk menghibur sang cucu. Itulah yang membuatnya sampai maghrib, belum
berhenti menjajakan nasi akingnya, yang belum juga menunjukkan
tanda-tanda akan ada pembelinya.
Tiba-tiba, dikejauhan, ia melihat seorang wanita, yang telah tua
juga, menggendong keranjang di punggungnya. Sepertinya, wanita ini baru
pulang dari menjajakan dagangannya. Dengan tergopoh-gopoh, sang wanita
tua, menghampiri wanita yang menggendong keranjang.
“Nak, beli lah nasi aking saya ya…Rp. 20.000 saja, untuk beli susu cucu saya..”
Wanita yang menggendong keranjang, menyapukan pandangannya ke wajah
nenek yang sudah sangat tua ini. Dipegangnya nasi itu,
ditimang-timangnya sejenak..
Dirogohnya, dada sebelah kirinya, dan dikeluarkannya buntalan kecil
dari sana. Dibuka, dan dikeluarkannya uang Rp. 20.000 dari buntalan itu.
Sembari tersenyum, diangsurkannya lembaran uang tersebut kepada sang
nenek.
“Nek, semoga anak nenek cepet sembuh ya…semoga cucu nenek berhenti nangisnya…”
Tiba-tiba, saya merasakan kedua kelopak mata saya menjadi hangat…tak
terasa pemandangan itu begitu mengharukan hati saya. saya bisa
merasakan, kesulitan hidup wanita yang menggendong keranjang, dari
kerut-kerut di wajahnya, dari apa yang digendongnya, dari senyum getir
yang keluar dari bibirnya ketika ia berbicara. Tapi tiba-tiba, dengan
senyum yang begitu tulus, ia mau membantu orang lain yang berada dalam
kesulitan. Ia lupakan sejenak, kesulitan hidupnya di rumah. Dengan
kebijaksanaan yang di anugerahkan Tuhan, kepada wanita, yang sepertinya
tidak berpendidikan itu, ia bisa menimang, cucu nenek tua itu, perlu
ditolong segera. Sementara ia, masih bisa dan punya kesempatan, untuk
mencari rejeki lain, untuk keluarganya di rumah.
Pemandangan semakin mengharukan, ketika wanita itu, berpamitan pada
sang nenek, untuk melanjutkan perjalanannya pulang. Seperti seorang
prajurit yang kalah perang, ia melangkah gontai. Mungkin seluruh
keuntungannnya hari ini, telah diserahkan kepada sang nenek. Tapi dari
keikhlasannya, terllihat, bahwa ia melanjutkan perjalanan dengan hati
yang senang.
Pemandangan menjadi semakin mengharukan, ketika seseorang, tiba-tiba
mengangsurkan 20 lembar, uang Rp. 50.000,- an, kepada wanita ini. Tentu
saja wanita ini berusaha menolak, namun sang pemberi uang, tetap
memaksanya. Sang pemberi uang pun menjelaskan, uang itu adalah karena
kebaikan hatinya menolong sang nenek. kejadian itu, di shooting oleh
RCTI, untuk ditayangkan di acara Toolong, yang rutin disiarkan di
Televisi swasta nasional itu. Kontan saja, wanita ini menangis histeris
saking bahagianya. Wanita ini, tidak pernah berharap imbalan, ia
menolong karena keikhlasan hatinya. Ia tidak pamrih, namun, ternyata ada
yang peduli dengan keikhlasannya.
Tiba-tiba saya iri, dengan keikhlasan wanita yang menggendong keranjang tadi…
Kita kadang-kadang, sebagai orang-orang yang berpendidikan, sudah
terlalu pandai berhitung ini itu. Sampai-sampai, dihati kita sudah tidak
tersisa lagi ruang, untuk menolong sesama, untuk memikirkan kesulitan
makhluk lain, tanpa menggunakan perhitungan-perhitungan itu.
Kita sepantasnya belajar kepada wanita, penggendong keranjang, yang
ternyata hanya penjual ikan asin keliling itu, mau berbagi. Ia
benar-benar masuk kategori, seperti apa yang saya tulis dalam buku saya,
“Kaya dan bahagia modal ngobrol”, seseorang yang kaya hati.
Kaya prioritas pertama yang harus kita miliki, dari 3 kekayaan yang
harus kita miliki, jika ingin kaya dan bahagia dari kaya harta.
Ciri-ciri orang yang kaya hati, dia adalah orang yang pandai bersyukur,
tulus dan ikhlas, rendah hati dan mau berbagi.
Semoga cerita tadi, menginspirasi kita, untuk hidup lebih baik,
dengan modal kaya Hati, yang bisa kita bangun dalam diri kita, sebagai
fondasi hidup Kaya dan Bahagia.
Be Freedom
By. Putu Putrayasa http://putuputrayasa.com/news/artikel/penjual-ikan-asin-yang-kaya-hati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar